Sabtu, 13 Juni 2009 pukul 01:06:00

BSM Realisasikan KUR Rp 364,98 M


JAKARTA-- PT Bank Syariah Mandiri (BSM) telah merealisasikan kucuran kredit usaha rakyat (KUR) hingga akhir Mei 2009 sebesar Rp 364,98 miliar. Dana itu diberikan kepada 4.206 nasabah di seluruh Indonesia.

"Mayoritas BSM menyalurkan KUR secara kolektif melalui koperasi syariah," kata Strategic Relation BSM, Dian Lukita di Jakarta, Jumat (12/6).

Dian mengatakan, BSM menyalurkan KUR kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar di Indonesia seperti di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali dan sebagian Sulawesi. Sedangkan penyaluran KUR di wilayah DKI Jakarta mencapai Rp 10,796 miliar kepada 59 nasabah.

Dian menuturkan, BSM memberlakukan sistem pola penyaluran KUR melalui UMKM dan koperasi. Sedangkan untuk model penyaluran kepada lembaga koperasi masyarakat dengan cara executing dan channeling.

Saat ini, BSM juga mengoptimalkan penyaluran KUR melalui baitul mal watamwil (BMT) yakni suatu lembaga keuangan mikro dengan konsep syariah.

Alasannya karena pendiri BMT memiliki komitmen yang tinggi untuk mengelola pinjaman modal UMKM dan BMT mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 30 ribu orang serta sebagian pengelolanya berpendidikan sarjana.

Namun demikian, Dian mengungkapkan, pihaknya menemukan kendala untuk pengelola KUR tersebut, yakni keterbatasan loket BSM yang hanya 309 unit.

Loket tersebut terdiri dari 57 cabang utama, 78 cabang pembantu, 75 kantor kas, 48 loket layanan syariah, 38 payment point dan 13 kas keliling yang tersebar pada 24 provinsi, serta 101 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) BSM.

Selain itu, BSM juga menghadapi kendala untuk pengembangan kredit UMKM tersebut. Karena, krisis finansial yang menyebabkan harga komoditas menurun khususnya pada bidang pertanian sehingga mempengaruhi kelayakan calon nasabah KUR BSM.

Market Share 25 Persen Bukan Mustahil


JAKARTA--Optimisme Jusuf Kalla soal mampunya industri syariah mencapai market share 25 persen mendapat tanggapan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Ahmad Riawan Amin. Riawan mengatakan, pencapaian market share 25 persen tersebut tidak sulit, asal mengetahui apa yang harus dikerjakan dan bagaimana itu dilakukan.

"Hal itu bisa terwujud bila ada kebijakan yang sifatnya top down , jelas dan kuat," kata Riawan, di sela seminar 'Islamic Banks in the Light of Global Financial Crisis' di Graha Niaga, Jakarta, Senin (15/6). Dengan demikian, menurut Riawan, selain permintaan pasar juga ada dukungan kuat dari pemerintah. Pasalnya, satu cara untuk mencapai market share 25 persen itu adalah dengan mengonversi salah satu bank BUMN.

Pemerintah, kata dia, juga sudah memberikan perhatian kepada industri perbankan syariah. Hanya saja Riawan menilainya belum fokus dalam mengembangkan. Untuk itu diperlukan kebijakan yang lebih fokus dan kuat dalam mendorong industri keuangan syariah di Indonesia. Selain itu, dorongan bisa dilakukan dengan mendorong bank syariah dan menahan bank konvensional. "Bukan berarti bank konvensional tidak boleh untung, tetapi bank konvensional justru didorong untuk meningkatkan kredit ke arah yang halal," kata Riawan.

Pada periode 2002-2006 industri perbankan syariah Indonesia tumbuh 60 persen atau lebih besar dari negara-negara kawasan Teluk yang sekitar 40 persen. Kemajuan pesat itu terjadi dengan sumber daya yang terbatas.

Kurikulum Ekonomi Syariah Diperlukan


Lima tahun ke depan industri keuangan syariah perlu 42 ribu SDM

JAKARTA--Kendala mutu dan kuantitas sumber daya manusia dalam industri syariah menuntut dibahasnya kurikulum ekonomi syariah untuk diterapkan dalam pendidikan. Padahal di sisi lain, lebih dari 100 perguruan tinggi di Tanah Air telah membuka program ekonomi syariah.

Pernyataan itu dikemukakan Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah, Muliaman D Hadad. Muliaman mengatakan, perlu pembahasan bersama tentang kurikulum ekonomi syariah. Hal tersebut harus dilakukan untuk mendukung tersedianya SDM yang memadai dan sesuai kebutuhan industri.

"Lebih dari 100 universitas sudah menawarkan program ekonomi syariah, tapi belum tentu seluruhnya terserap industri keuangan syariah Indonesia. Untuk itu harus ada link and match dengan kebutuhan industri," kata Muliaman, usai menghadiri seminar ' Islamic Banks In the Light of Global Financial Crisis' di Graha Niaga, Jakarta, Senin (15/6). Untuk mempersiapkan SDM bank syariah berkualitas, menurut Muliaman, ada sejumlah hal yang harus dipersiapkan dalam jangka pendek dan panjang.

Muliaman menjelaskan, dalam jangka pendek hal yang dapat dilakukan adalah melengkapi pemahaman tentang bank syariah. Sementara dalam jangka panjang, perlu membentuk proses kaderisasi yang mapan, seperti, antara lain, pembahasan kurikulum serta pembangunan pusat pelatihan dan pendidikan.

"Ini yang harus dilakukan bersama-sama karena jika tidak akan sulit mewujudkannya," ujar Muliaman, yang juga deputi gubernur BI itu. Ia mengakui tengah berusaha menggagas terjalinnya kesepahaman dengan Departemen Pendidikan Nasional untuk menyusun kurikulum ekonomi syariah, mulai SMU hingga universitas. Dalam waktu empat sampai lima tahun ke depan, menurut dia, diperlukan sekitar 42 ribu SDM industri keuangan syariah di Indonesia. Jumlah tersebut termasuk pula kebutuhan SDM keuangan mikro syariah.

Muliaman mengatakan, selain meningkatkan kapasitas dari sisi supply , sisi demand juga harus diperhatikan. Hal itu bisa dilakukan melalui sosialisasi dan komunikasi secara rutin tentang industri keuangan syariah kepada masyarakat.

Sementara Direktur Islamic Research and Training Institute, Bambang PS Brodjonegoro, mengatakan, di tengah krisis ekonomi global, keuangan syariah menjadi solusi. "Keuangan syariah menjadi alternatif yang baik dan bisa memberi kontribusi signifikan bagi arsitektur global," kata Bambang. Untuk itu perbankan syariah harus dapat mengimplementasikan diri dan bertindak di tengah kondisi ekonomi saat ini. Industri keuangan syariah pun, ujar dia, telah menerapkan good corporate governance sejak awal, dengan adanya transparansi dan sikap kehati-hatian.

Urgensi Kurikulum Ekonomi Syariah


Salah satu problematika mendasar yang dihadapi oleh para pakar maupun praktisi ekonomi syariah adalah masih minimnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan ilmu ekonomi yang berbasis pada syariah Islamiyyah. Minimnya jumlah SDM yang memenuhi kualifikasi tersebut tentu saja mendorong berbagai kalangan yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap ekonomi syariah untuk mengambil langkah-langkah yang bersifat solutif.

Salah satu problematika mendasar yang dihadapi oleh para pakar maupun praktisi ekonomi syariah adalah masih minimnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan ilmu ekonomi yang berbasis pada syariah Islamiyyah. Minimnya jumlah SDM yang memenuhi kualifikasi tersebut tentu saja mendorong berbagai kalangan yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap ekonomi syariah untuk mengambil langkah-langkah yang bersifat solutif. Dan diantara langkah-langkah tersebut, membangun institusi pendidikan ekonomi syariah yang berkualitas tentu saja menjadi pilihan yang tidak dapat ditawar lagi.

Namun kendala yang dihadapi pun tidaklah mudah. Dibutuhkan adanya kerja keras dan perencanaan yang matang, agar output yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada. Menurut data Bank Indonesia, diperkirakan bahwa dalam jangka waktu sepuluh tahun kedepan, dibutuhkan tidak kurang dari 10 ribu SDM yang memiliki basis skill ekonomi syariah yang memadai. Ini merupakan peluang yang sangat prospektif, sekaligus merupakan tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia pendidikan kita. Tingginya kebutuhan SDM ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah semakin dapat diterima oleh masyarakat. Walaupun harus diakui bahwa ketika berbagai pemikiran dan konsep ekonomi syariah ini pertama kali diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi ekonomi, sebagian dari kaum muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya. Munculnya sikap semacam ini sebagai refleksi dari pemahaman bahwa ajaran agama Islam hanya mengatur pola hubungan yang bersifat individual antara manusia dengan Tuhannya saja, dan tidak mengatur aspek-aspek lain yang berkaitan dengan mu`amalah yang berhubungan dengan interaksi dan pola kehidupan antar sesama manusia. Padahal ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, dimana tidak ada satu bidang pun yang luput dari perhatian Islam, termasuk bidang ekonomi tentunya.

Berkembangnya wacana ekonomi syariah sebagai sistem alternatif perekonomian yang ada, tidak lepas dari kekeliruan sejumlah premis ekonomi konvensional, terutama dalam masalah rasionalitas dan moralitas. Ilmu ekonomi konvensional sama sekali tidak mempertimbangkan aspek nilai dan moral dalam setiap aktivitas yang dilakukannya, sehingga tidak mampu menciptakan pemerataan dan kesejahteraan secara lebih adil. Yang terjadi justru ketimpangan dan kesenjangan yang luar biasa. Hal ini telah diungkap oleh beberapa pakar ekonomi, diantaranya adalah Fritjop Chapra dalam bukunya The Turning Point, Science, Society and The Rising Culture, maupun Ervin Laszio dalam 3rd Millenium, The Challange and The Vision. Sehingga untuk memperbaiki keadaan tersebut, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan membangun dan mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang dapat dipertanggungjawabkan (Didin Hafidhuddin, 2003).

Para pakar ekonomi Islam sendiri, seperti Umar Chapra, Khurshid Ahmad, dan yang lainnya, telah berusaha lama untuk keluar dari keadaan ini dengan mengajukan dan menawarkan berbagai gagasan ekonomi alternatif yang berlandaskan ajaran Islam, untuk kemudian dikembangkan didalam institusi ekonomi praktis. Karakteristik dan Landasan Filosofis Ekonomi Islam Menurut Didin Hafidhuddin, ada tiga karakteristik yang melekat pada ekonomi Islam, yaitu : Pertama, inspirasi dan petunjuk pelaksanaan ekonomi Islam diambil dari al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. Ini berarti bahwa sumber utama yang menjadi pedoman dan rujukan didalam mengembangkan ekonomi Islam adalah al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian, tidak boleh ada satu aktivitas perekonomian pun, baik produksi, distribusi, maupun konsumsi yang bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah. Begitu pula halnya dengan berbagai kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan, semuanya harus selaras dan sejalan dengan kedua sumber hukum tertinggi dalam ajaran Islam.

Kemudian yang kedua, perspektif dan pandangan-pandangan ekonomi syariah mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber. Artinya bahwa kondisi yang terjadi di masa kejayaan peradaban Islam mempengaruhi terhadap pembentukan perspektif dan pandangan ekonomi Islam, untuk kemudian dikomparasikan dengan sistem konvensional yang ada, yang selanjutnya diterapkan pada kondisi saat ini. Sedangkan yang ketiga, bahwa ekonomi Islam bertujuan untuk menemukan dan menghidupkan kembali nilai-nilai, prioritas, dan etika ekonomi komunitas muslim pada periode awal perkembangan Islam (M Yasir Nasution, 2002). Sebagaimana diketahui bersama, bahwa komunitas yang dibangun oleh Rasulullah SAW merupakan komunitas terbaik yang pernah ada sepanjang sejarah peradaban manusia. Sistem perekonomian yang dibangun pada masa itu, benar-benar mencerminkan pelaksanaan ajaran Islam secara utuh.

Nilai-nilai–seperti kejujuran, keadilan, tidak berlakunya riba, tidak ada spekulasi, penimbunan, dan berbagai aktivitas yang merugikan–benar-benar diterapkan dalam kehidupan perekonomian, sehingga menciptakan kesejahteraan. Ketika saat ini kita berupaya untuk membangun kembali sistem perekonomian Islam, maka nilai-nilai dan norma-norma ekonomi yang pernah diterapkan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat harus dihidupkan kembali. Sedangkan landasan filosofis ekonomi Islam menurut Adiwarman Karim, terbagi atas empat hal, yaitu : Pertama, prinsip tauhid, yaitu dimana kita meyakini akan kemahaesaan dan kemahakuasaan Allah SWT didalam mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme perolehan rizki. Sehingga seluruh aktivitas, termasuk ekonomi, harus dilaksanakan sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT secara total.

Yang kedua, prinsip keadilan dan keseimbangan, yang menjadi dasar kesejahteraan manusia. Karena itu, setiap kegiatan ekonomi haruslah senantiasa berada dalam koridor keadilan dan keseimbangan. Kemudian yang ketiga adalah kebebasan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan Allah SWT yang melarangnya. Selanjutnya yang keempat adalah pertanggungjwaban. Artinya bahwa manusia harus memikul seluruh tanggung jawab atas segala keputusan yang telah diambilnya. Berbagai karakteristik dan landasan filosofis di atas memberikan panduan kepada kita didalam proses implementasi ekonomi Islam. Hal ini memberikan keyakinan kepada kita bahwa sistem ekonomi Islam ini merupakan solusi di masa yang akan datang, karena mengandung nilai dan filsafat yang sejalan dengan fitrah dan kebutuhan hidup manusia, tanpa membedakan suku, agama, ras, maupun atribut-atribut keduniaan lainnya. Perlu disadari bahwa sistem ekonomi Islam ini tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin saja, tetapi juga memberikan dampak positif kepada kalangan non muslim lainnya.

Urgensi Kurikulum Ekonomi Syariah Setelah menyadari akan pentingnya penerapan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan SDM yang memiliki kualifikasi yang memadai. Tentu dalam hal ini, peran institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi, beserta kurikulumnya menjadi sangat signifikan. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, yaitu antara lain : Pertama, memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum pendidikan ekonomi, dimana sudah saatnya ada ruang bagi pengkajian dan penelaahan ekonomi syariah secara lebih mendalam dan aplikatif. Bahkan jika memungkinkan dibukanya jurusan ekonomi Islam secara tersendiri, dimana ilmu ekonomi Islam dikembangkan dengan memadukan pendekatan normatif keagamaan dan pendekatan kuantitatif empiris, yang disertai oleh komprehensivitas analisis.

Menarik sekali upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Tasikmalaya, dimana memberlakukan pendidikan ekonomi syariah sebagai muatan lokal kurikulumnya pada tahun 2003/2004 ini. Hal tersebut tercermin dalam penyelenggaraan Semiloka tentang Penerapan Materi Ekonomi Syariah sebagai Muatan Lokal (Mulok) Kurikulum pada 17 Juni 2003 lalu di Tasikmalaya. Ide ini merupakan hasil olahan Pinbuk Tasikmalaya, Dewan Pendidikan Kota, dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS Ekonomi SLTP. Upaya positif ini diharapkan mampu menjadi stimulus bagi daerah lain didalam upaya sosialisasi ekonomi syariah secara lebih dini, sekaligus sebagai upaya kongkrit didalam mengantisipasi tingginya kebutuhan akan SDM ekonomi syariah yang berkualitas.

Langkah yang kedua adalah dengan memperbanyak riset, studi, dan penelitian tentang ekonomi syariah, baik yang berskala mikro maupun makro. Ini akan memperkaya khazanah keilmuan dan literatur ekonomi syariah, sekaligus sebagai alat ukur keberhasilan penerapan sistem ekonomi syariah di Indonesia. Dan yang ketiga adalah dengan mengembangkan networking yang lebih luas dengan berbagai institusi pendidikan ekonomi syariah lainnya, seperti International Islamic University di Malaysia dan Pakistan, kemudian dengan lembaga-lembaga keuangan dan non keuangan Islam, baik di dalam maupun luar negeri, seperti IDB maupun kalangan perbankan syariah di dalam negeri. Adanya kesamaan langkah ini insya Allah akan mendorong percepatan sosialisasi dan implementasi ekonomi syariah di negeri tercinta ini. Wallahu`alam bi ash-shawab.

tulisan ini di sadur dari :

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/949-urgensi-kurikulum-ekonomi-syariah

Rupiah Kembali Merosot

Nasabah mengamati pergerakan nilai tukar rupiah yang fluktuatif melalui papan elektronik di sebuah tempat penukaran uang di Kwitang, Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS.com — Kurs rupiah terhadap dollar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Selasa (16/6) pagi, turun mendekati angka Rp 10.200 per dollar karena ada permintaan dollar dari korporasi khususnya BUMN untuk melunasi utang yang sudah jatuh tempo.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah 75 poin menjadi Rp 10.185-Rp 10.195 per dollar dibanding penutupan hari sebelumnya, Rp 10.110-Rp 10.125.

Pengamat pasar uang, Eric Sugandi, di Jakarta, Selasa, mengatakan, rupiah sepanjang bulan ini diperkirakan berfluktuatif. Namun, posisinya tak jauh dari kisaran Rp 10.000 sampai Rp 10.200 per dollar AS. "Kami optimistis, rupiah akan kembali menguat dalam waktu tidak lama, menjelang pilpres yang akan dilaksanakan pada 8 Juli mendatang," ucapnya.

Selain itu, belum adanya isu yang signifikan, baik di pasar lokal, maupun internasional yang membuat rupiah belum bisa bergerak naik kembali di bawah angka Rp 10.000 per dollar. "Meski demikian, rupiah diperkirakan tidak akan melewati angka Rp 10.200 per dollar karena kemungkinan Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi pasar," ucapnya.

Ia mengatakan, BI akan menjaga rupiah tidak melewati angka Rp 10.200 per dollar karena dikhawatirkan, apabila tembus, maka rupiah akan terus terpuruk.

Lebih dari itu, cadangan devisa BI saat ini meningkat hingga mencapai 60 miliar dollar AS. Karena itu, lanjut dia, pelaku pasar saat ini lebih cenderung bersikap wait and see perkembangan pasar, selain menunggu laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai laju inflasi, dan juga pelaksanaan pilpres.

Investor Asing Panen Besar di Bursa Saham


JAKARTA, KOMPAS.com - Asing mulai memetik untung dari pasar saham kita. Sejak pekan lalu, pemodal asing cenderung terus menjual aset saham di pasar modal Indonesia.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, pekan lalu, nilai jual bersih (net sell) asing mencapai Rp 497,66 miliar. Kemarin, menurut data Bloomberg, asing kembali mencatatkan penjualan bersih 0 juta dollar AS atau Rp 101 miliar). Padahal, pada pekan pertama Juni 2009, asing masih membukukan pembelian bersih (net buy) Rp 2,36 triliun.

Pengamat pasar modal David Sumual menilai, aksi jual ini hanya aksi ambil untung memanfaatkan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sejak awal tahun hingga kemarin (15/6), IHSG memang telah melonjak 52,7% menjadi 2.069,875. Uniknya, sedikit banyak, IHSG naik karena maraknya rekomendasi beli dari broker asing.

Toh, secara umum, asing masih betah di Indonesia. Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Mei 2009, nilai kepemilikan saham oleh asing di pasar modal kita Rp 595,3 triliun, sekitar 58,99 persen dari total saham yang tercatat di KSEI senilai Rp 1.009,07 triliun. "Pasar kita kecil, jadi kalau bobot asing berubah, kita juga terpengaruh," ujar David, kemarin.

Sekadar catatan, data KSEI tadi hanya mencakup 61,26 persen dari total kapitalisasi pasar BEI yang Rp 1.647,06 triliun per 12 Juni 2009.

Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman bilang, kontribusi asing di perdagangan saham cukup besar. "Dari total transaksi, kontribusi asing antara 65 persen-70 persen," ujarnya.

Norico menduga, aksi ambil untung asing hanya akan berlangsung beberapa hari. Setelah itu, asing akan kembali masuk karena prospek saham di Indonesia masih bagus. "Ini waktunya beli lagi," sarannya. (Wahyu Tri Rahmawati/ Kontan)

Harga Emas Turun, Tiba Saatnya Membeli


JAKARTA, KOMPAS.com — Harga emas di pasar internasional belakangan cenderung melemah. Pada penutupan harga emas untuk pengiriman Agustus 2009 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) Amerika Serikat (AS), Senin (15/6) waktu setempat, harga emas berada di 927,50 dollar AS per troy ounce. Harga ini telah turun 5,39 persen dari harga 980,4 dollar AS per troy ounce pada 1 Juni lalu.

Penguatan dollar AS lagi-lagi menjadi pemicu penurunan harga emas. Dampaknya, di pasar dalam negeri, harga emas juga ikut merosot. Kemarin, emas batangan di PT Logam Mulia dihargai Rp 315.000 per gram. Harga emas batangan ini telah turun 3,96 persen dari harga pada akhir Mei lalu yang Rp 328.000 per gram.

Catatan saja, meski dalam beberapa hari terakhir rupiah melemah terhadap dollar AS, Logam Mulia belum menerapkan patokan kurs baru untuk transaksi emas batangan. Kini, mereka masih mematok nilai tukar rupiah Rp 9.950 per dollar AS. Di akhir Mei 2009, Logam Mulia sempat mematok kurs Rp 10.485 per dollar AS. Ini pula agaknya yang membuat harga emas di Logam Mulia masih terpuruk.

Pada tahun ini, posisi tertinggi harga emas di unit usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) itu tercapai pada 23 Februari 2009. Waktu itu, harga satu gram emas mencapai Rp 384.000. Selain karena harga emas di pasar dunia menembus 1.000 dollar AS per troy ounce, waktu itu kurs rupiah mencapai Rp 11.930 per dollar AS.

Nah, saat harga emas sedang turun seperti sekarang ini merupakan momen yang pas bagi investor untuk membeli emas batangan. Country Representative World Gold Council (WGC) Leo Hadi Loe mengingatkan, investor harus menghitung nilai tukar rupiah jika ingin berinvestasi emas berbasis rupiah. Sebabnya, fluktuasi kurs rupiah bisa membuat harga emas bergejolak.

Namun, dia menganggap investasi emas masih menarik karena harga emas bisa kembali menembus 1.000 dollar AS per troy ounce tahun ini.

Faktor lainnya, kini berinvestasi emas di Indonesia semakin gampang. "Sekarang emas bisa dijual sewaktu-waktu," tutur Manajer Divisi Syariah Perum Pegadaian Rudy Kurniawan. Investor antara lain bisa menjual emas di Mulia, bursa emas Pegadaian. (Wahyu Tri Rahmawati/Kontan)